BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang pesat dan kian canggih
dewasa ini khususnya di bidang transportasi, komunikasi, maupun informasi serta
semakin meningkatnya arus globalisasi telah menyebabkan wilayah negara yang
satu dengan wilayah negara yang lain seakan-akan tanpa batas sehingga
perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain dapat dilakukan
dengan mudah dan cepat. Tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi telah membawa
perubahan bagi sistem politik dunia
dengan menghadirkan suatu kompetisi antar bangsa. Kondisi tersebut cenderung mengarah pada perebutan
pengaruh yang cukup ketat, baik nasional, regional maupun global. Perkembangan ini merupakan salah satu penyebab
terjadinya perubahan pada situasi keamanan dunia dengan munculnya isu-isu
keamanan baru. Apabila di masa lalu isu keamanan tradisional cukup menonjol,
yakni yang berhubungan dengan geopolitik dan geostrategi, khususnya pengaruh
kekuatan blok barat dan blok timur. Pada masa itu, kekhawatiran dunia terutama
pada masalah pengembangan kekuatan militer dan senjata strategis serta hegemoni.
Maka di masa kini, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selain
membawa dampak positif bagi kehidupan manusia juga membawa dampak negatif yang
dapat merugikan orang-perorang, masyarakat, bahkan negara. Tidak jarang
orang-orang yang tidak bertanggung-jawab melihat adanya peluang tersebut untuk
memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri dan/atau kelompoknya, walaupun hal
itu akan merugikan orang lain, masyarakat, dan negara.
Dampak globalisasi dan
interdependensi yang semakin meningkat antara
negara yang satu dengan negara lain mengakibatkan seolah-olah tiada lagi
sekat yang membatasi interaksi antar bangsa-bangsa di dunia. Kenyataan ini,
selain melahirkan kesejahteraan dan kemajuan peradaban, juga membawa dampak
negatif. Salah satu dampak negatif
adalah bermunculannya berbagai jenis kejahatan modern yang bukan saja bersifat
domestik atau nasional namun juga bersifat lintas negara dalam suatu jaringan
kejahatan yang terorganisir Kejahatan yang bertransformasi menjadi kejahatan
lintas negara yang terorganisir (transnational
organized crime) sangat meresahkan negara-negara di dunia karena
keorganisasiannya yang begitu canggih dan motifnya yang bersifat
multidimensional seperti motif ekonomis, politis bahkan kombinasi dari kedua
motif tersebut. Keuntungan ekonomi yang menggiurkan, ketiadaan hukum yang
mengatur serta didukung oleh kemajuan tekhnologi merupakan beberapa faktor
pemicu terjadinya kejahatan lintas negara tero[1]rganisir
Sehingga tepatlah dikatakan bahwa kejahatan
lintas negara yang terorganisir merupakan an
extraordinary crimes atau kejahatan luar biasa sehingga cara
penanggulangannya pun harus dilakukan secara luar biasa pula yang dapat
ditempuh secara bilateral transnasional dalam bentuk kerjasama antar negara,
baik secara multilateral, regional maupun internasional. Masyarakat bangsa-bangsa yang terhimpun
dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa melihat fenomena kejahatan lintas negara yang
terorganisir sebagai sesuatu yang harus segera ditanggulangi karena sangat
membahayakan keamanan, stabilitas nasional dan internasional. Untuk itu, diperlukan
aturan-aturan yang tertuang dalam suatu instrumen hukum internasional sebagai
panduan bagi masyarakat internasional dalam menghadapi ancaman kejahatan lintas
negara yang terorganisir ini. Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang merupakan wadah
berhimpunnya negara-negara di dunia, dalam piagamnya telah mengamanatkan bahwa tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa
antara lain guna mewujudkan kerjasama internasional dalam memecahkan
persoalan-persoalan internasional di lapangan ekonomi, sosial, kebudayaan, atau
yang bersifat kemanusiaan, dan berusaha serta menganjurkan adanya
penghargaan-penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan
dasar bagi semua umat manusia tanpa membedakan bangsa, jenis, bahasa, atau
agama dan menjadi pusat bagi menyelaraskan segala tindakan-tindakan
bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan-tujuan bersama tersebut
Dewasa ini untuk menjawab kemajuan zaman dan
maraknya kejahatan dalam berbagai motif dalam lingkup transnsionl, persatuan
bangsa – bangsa ( PBB ) pada tahun 2000 bertempat di palermo italia di adakan
konferensi mengenai Pencegahan, penekanan dan penghukuman
perdagangan manusia, Khususnya perempuan dan anak, melengkapi konvensi
perserikatan bangsa-bangasa terhadap kejahatan transnasional yang terorganisir.
Dari sisi judul protokol ll
tersebut di atas sudah terbukti bahwa kejahatan terorganisir dalam perdagangan
perempuan dan anak yang bersifat transnasional merupakan kejahatan yang serius
dan berdampak luas bahkan dapat digolonkan ke dalam kejahatan terhadap
kemanusiaan( crime against humanity )
sebagaimana telah ditegaskan dalam statuta roma (1998) yang mengatur pengadilan
(tetap) pidana internasional (international
criminal court). Sasaran ketentuan dalam protokol ll tersebut adalah
organisasi kejahatan yang berada di balik perdagangan perempuan dan anak yaitu
dengan menghukum para pelakunya dan melindungi korban-korbannya yaitu perempuan
dan anak. Di dalam konvensi tersebut telah ditetapkan 5(lima) jenis kejahatan
transnasional yangterorganisir yaitu: Tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian
uang, tindak pidana perdagangan orang khususnya perempuan dan anak, tindak
pidana penyelundupan kelompok migran dan tindak pidana perdagangan ilegal
senjata api. Di dalam konvensi palermo(2000) ditegaskan bahwa tujuan pokok
adalah meningkatkan dan memperkuat kerja sama antara negara pihak dalam untuk
mencegah dan memberantas kelima jenis kejahatan yang menjadi yurisdiksi
konvensi tersebut.[2]
2. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang
diatas, maka penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut :
- Bagaimanakah suatu kejahatan
dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan
lintas negara yang terorganisir menurut konvensi palermo ?
3. Tujuan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui klasifikasi suatu kejahatan sehingga dapat disebut sebagai kejahatan lintas negara
yang terorganisir menurut konvensi palermo.
2.
Kegunaan
Penelitian
Penulis mengharapkan dari penelitian
ini akan berguna untuk :
1.
Memudahkan
dalam mengidentifikasi suatu kejahatan yang merupakan kejahatan
lintas negara terorganisir.
2.
Memberikan
kontribusi bagi upaya pencegahan terjadinya suatu kejahatan lintas negara terorgansisir di tanah air.
4 Kerangka Teoritis
Tak dapat dipungkiri bahwa hukum internasional memainkan peranan yang
sangat penting dalam kehidupan masyarakat internasional. Melalui hukum
internasional negara-negara merumuskan prinsip-prinsip hubungan dan kerjasama
di berbagai bidang kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Melalui
ketentuan-ketentuan hukum internasional, negara-negara mencegah terjadinya
sengketa dan menyelesaikan sengketa yang telah terjadi. Melalui hukum
internasional, yang dirumuskan dalam berbagai bentuk perjanjian internasional,
negara-negara menggabungkan upaya mereka untuk menangani isu-isu global mulai
dari masalah-masalah kemiskinan, sosial ekonomi, keamanan, perlucutan senjata,
HAM, lingkungan hidup sampai pada terorisme. Tanpa adanya ketentuan-ketentuan
hukum internasional, dunia tidak mungkin mencapai kemajuan dan kehidupan yang
harmonis. Tanpa adanya kehidupan yang harmonis antar negara tidak mungkin pula
dicapai perdamaian dan keamanan yang sangat dibutuhkan bagi kesejahteraan umat
manusia. 3
Malapetaka yang
menimpa dunia selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II telah mendorong para
pemimpin dunia untuk membentuk suatu organisasi internasional dengan kekuasaan
yang lebih tinggi dari yang dimiliki negara-negara yaitu League of Nations atau Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang kemudian
digantikan
4 . Boer
Mauna, Hukum Internasional : Pengertian,
Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, PT. Alumni, Bandung, 2005, hal. 716
oleh United
Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Perserikatan Bangsa-Bangsa
didirikan tanggal 26 Juni 1945 dengan prinsip-prinsip dasar yang sama dengan
Liga Bangsa-Bangsa tetapi lebih dikembangkan dengan struktur, tata kerja dan
kewenangan yang cukup berbeda dibandingkan organisasi sebelumnya, dengan
mengedepankan suatu sistem yang disebut sebagai United Nations System. Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa sangatlah
besar dalam memajukan hukum internasional yakni pengembangan hukum
internasional melalui perjanjian-perjanjian internasional yang memainkan
peranan sentral baik dalam meningkatkan pembangunan sosial ekonomi maupun dalam
memelihara perdamaian dan keamanan dunia.
Setelah berakhirnya era
perang dingin yang ditandai dengan runtuhnya sistem blok Barat dan blok Timur,
dunia kini memasuki era globalisasi dan interdepedensi yang mengakibatkan
konsep tradisional kedaulatan menjadi kabur. Dalam era globalisasi ini tidak
satu negara pun yang dapat mengambil keputusan-keputusan penting, baik di
bidang ekonomi maupun moneter, tanpa memperhatikan kebijakan negara-negara
lain. Berkurangnya kedaulatan ekonomi ini juga berdampak pada berkurangnya
kebebasan politik. Besarnya jumlah
hutang luar negeri negara-negara berkembang dan ketergantungannya pada
negara-negara maju telah memperlemah prinsip kedaulatan suatu negara. 4
5. Ibid, hal. 175
Kini masyarakat dunia berada dalam era
dimana masalah domestik suatu negara dapat menjadi isu global dunia dan masalah
global dunia juga dapat menjadi isu domestik suatu negara. Ancaman terhadap
keamanan bukan saja bersifat tradisional, tetapi lebih banyak bersifat
non-tradisional dalam bentuk kejahatan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku secara
lintas negara serta terorganisir.
Pertumbuhan dan perkembangan
kejahatan internasional dan kebutuhan pengaturannya, menurut Prof. DR. Romli
Atmasasmita, SH. L.LM, diawali oleh sejarah panjang mengenai perang yang telah
terjadi sejak era perkembangan masyarakat internasional tradisional sampai
dengan era perkembangan masyarakat internasional modern.5 Bertitik
tolak dari pengalaman-pengalaman sebagai akibat peperangan, maka masyarakat
internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyepakati untuk
menempatkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan semasa perang sebagai kejahatan
yang mengancam dan merugikan serta merusak tatanan kehidupan masyarakat
internasional. Tindak kejahatan tersebut antara lain adalah agresi, kejahatan
perang, pembasmian etnis tertentu, pembajakan di laut, penculikan dan
narkotika, sudah termasuk kejahatan yang sangat merugikan masyarakat
internasional.
Perkembangan kualitas
tindak pidana atau kejahatan, terutama sejak peradilan Nuremberg (1946)
menunjukan bahwa, batas-batas teritorial antara satu negara dan negara lain di
dunia, baik dalam kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang. Pada
dewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan
tidak lagi dapat hanya dipandang sebagai yurisdiksi kriminil satu negara, akan
tetapi sering diklaim termasuk yurisdiksi kriminil lebih dari satu atau dua
negara sehingga dalam perkembangannya kemudian telah menimbulkan masalah
konflik yurisdiksi yang sangat mengganggu hubungan internasional antar negara
yang berkepentingan di dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat lintas
batas teritorial. Masyarakat internasional yang tergabung dalam wadah
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui bahwa perkembangan tindak pidana lintas
batas teritorial tersebut semakin mempertinggi tingkat kesulitan kerjasama
antar negara dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya terutama jika dalam
tindak pidana tersebut melibatkan warga negara asing. 6 Inilah yang mendasari masyarakat
internasional untuk menetapkan klasifikasi terhadap suatu kejahatan yang dapat
dikategorikan sebagai kejahatan internasional. Pengakuan secara internasional
terhadap pentingnya international
criminal law (hukum kejahatan internasional) pertama kali terjadi melalui
resolusi yang diajukan oleh sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 21
November 1947.
Sebagaima[3]na
telah dikemukakan sebelumnya bahwa beberapa jenis kejahatan internasional telah
bertransformasi menjadi kejahatan lintas negara yang terorganisir
(transnational
organized crime), yang memiliki ciri khas tertentu sehingga membedakannya
dengan kejahatan internasional (international
crime). Menurut Prof. DR. Romli Atmasasmita, SH. L.LM., kejahatan
internasional harus dibedakan dari kejahatan lintas negara terorganisir. Hal
ini dikarenakan suatu kejahatan dapat disebut sebagai kejahatan internasional apabila
kejahatan tersebut merupakan kejahatan terhadap dunia atau suatu masyarakat dan
biasanya digerakkan oleh motif ideologi atau politik. Sebagai contoh dari
kejahatan ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan hak azasi manusia, kejahatan perang (war crimes), genosida (genocide), dan lain-lain. Sedangkan
kejahatan lintas negara terorganisir memiliki ciri khas atau klasifikasi
tertentu pula sehingga dapat dikatakan sebagai transnational organized crimes.
Salah satu teori pembentukan
hukum adalah teori yang dikemukakan oleh Charles Sampford. Menurut Sampford
hukum modern adalah hukum yang substansinya
sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Saat ini kejahatan lintas negara
yang terorganisir oleh masyarakat internasional dianggap sebagai kejahatan yang
membahayakan kedaulatan, keamanan dan
stabilitas nasional maupun internasional serta sama sekali bertentangan dengan
rasa keadilan masyarakat. Untuk itulah diperlukan suatu hukum yang mengatur
tentang hal tersebut dan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi
negara-negara telah mengaturnya dalam United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNCATOC) atau
yang dikenal juga sebagai Konvensi Palermo Tahun 2000.
3.
Metode
Penelitian
1.
Jenis
penelitian
Adapun
tipe penulisan yang penulis gunakan
ialah deskriptif analisi[4], mengingat
hasil yang didapatkan selanjutnya dianalisis dan diuraikan sesuai bab perbab.
Hasil pembahasan selanjutnya dideskripsikan untuk mempermudah pengambilan
keputusan dan beberapa saran.
2.
Sifat penelitian
Penilitian ini bersifat karya ilmiah
3.
Pendekatan penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode yuridis normatif artinya bahwa penulisan ini menggunakan data-data yang bersumber dari data kepustakaan berupa
aturan-aturan hukum internasional, terutama yang tertuang didalam United
Nations Conventions Against Transnational Organized Crime (UNCATOC), serta literatur-literatur
lainnya yang berkaitan sehingga dapat diperoleh data yang bermanfaat dalam
membahas permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini.
4.
Sumber
data
Penelitian
ini menggunakan data-data yang mencakup bahan
hukum primer[5];
Peraturan Perundang-undangan dan Konvensi, bahan
hukum sekunder[6];
buku-buku hukum, karya ilmiah dan artikel serta bahan hukum lainnya,
5.
Teknik
pengumpulan data
Teknik
dalam penelitian ini adalah penulis akan mencobah meramu data-data berupa data
primer dan data sekunder sebagai instrumen untuk melenkapi penilitian ini.
6.
Analisis Data
Dalam
penilitian ini penulis Menggunakan analisis kualitatif[7]
karena data yang dikumpulkan cenderung bersifat normatif dan analisanya lebih
berorientasi pada pengujian data berdasarkan kerangka teori dan normatif.
4.
Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis
menggunakan sistimatika penulisan sebagai berikut :
Bab I : PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
2.
Rumusan
Masalah
3.
Tujuan
Penulisan
4.
Kegunaan
Penulisan
5.
Kerangka
Teoritis
6.
Metode
Penulisan
7.
Sistimatika
Penulisan
Bab
II : TINJAUAN
PUSTAKA
Bab III : PEMBAHASAN
Bab IV : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
6..Ibid, hal. 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar