Jumat, 03 Februari 2012

KLASIFIKASI KEJAHATAN MENURT KONVENSI PALERMO ( PROPSAL )


BAB I
PENDAHULUAN
1.                   Latar Belakang
                    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dan kian canggih dewasa ini khususnya di bidang transportasi, komunikasi, maupun informasi serta semakin meningkatnya arus globalisasi telah menyebabkan wilayah negara yang satu dengan wilayah negara yang lain seakan-akan tanpa batas sehingga perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi telah membawa perubahan bagi sistem politik dunia  dengan menghadirkan suatu kompetisi antar bangsa. Kondisi tersebut cenderung mengarah pada perebutan pengaruh yang cukup ketat, baik nasional, regional maupun global.  Perkembangan ini merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan pada situasi keamanan dunia dengan munculnya isu-isu keamanan baru. Apabila di masa lalu isu keamanan tradisional cukup menonjol, yakni yang berhubungan dengan geopolitik dan geostrategi, khususnya pengaruh kekuatan blok barat dan blok timur. Pada masa itu, kekhawatiran dunia terutama pada masalah pengembangan kekuatan militer dan senjata strategis serta hegemoni. Maka di masa kini, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selain membawa dampak positif bagi kehidupan manusia juga membawa dampak negatif yang dapat merugikan orang-perorang, masyarakat, bahkan negara. Tidak jarang orang-orang yang tidak bertanggung-jawab melihat adanya peluang tersebut untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri dan/atau kelompoknya, walaupun hal itu akan merugikan orang lain, masyarakat, dan negara.
                 Dampak globalisasi dan interdependensi yang semakin meningkat antara  negara yang satu dengan negara lain mengakibatkan seolah-olah tiada lagi sekat yang membatasi interaksi antar bangsa-bangsa di dunia. Kenyataan ini, selain melahirkan kesejahteraan dan kemajuan peradaban, juga membawa dampak negatif. Salah satu  dampak negatif adalah bermunculannya berbagai jenis kejahatan modern yang bukan saja bersifat domestik atau nasional namun juga bersifat lintas negara dalam suatu jaringan kejahatan yang terorganisir Kejahatan yang bertransformasi menjadi kejahatan lintas negara yang terorganisir (transnational organized crime) sangat meresahkan negara-negara di dunia karena keorganisasiannya yang begitu canggih dan motifnya yang bersifat multidimensional seperti motif ekonomis, politis bahkan kombinasi dari kedua motif tersebut. Keuntungan ekonomi yang menggiurkan, ketiadaan hukum yang mengatur serta didukung oleh kemajuan tekhnologi merupakan beberapa faktor pemicu terjadinya kejahatan lintas negara tero[1]rganisir  Sehingga tepatlah dikatakan bahwa kejahatan lintas negara yang terorganisir merupakan an extraordinary crimes atau kejahatan luar biasa sehingga cara penanggulangannya pun harus dilakukan secara luar biasa pula yang dapat ditempuh secara bilateral transnasional dalam bentuk kerjasama antar negara, baik secara multilateral, regional maupun internasional.        Masyarakat bangsa-bangsa yang terhimpun dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa melihat fenomena kejahatan lintas negara yang terorganisir sebagai sesuatu yang harus segera ditanggulangi karena sangat membahayakan keamanan, stabilitas nasional dan internasional. Untuk itu, diperlukan aturan-aturan yang tertuang dalam suatu instrumen hukum internasional sebagai panduan bagi masyarakat internasional dalam menghadapi ancaman kejahatan lintas negara yang terorganisir ini. Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang merupakan wadah berhimpunnya negara-negara di dunia, dalam piagamnya telah mengamanatkan  bahwa tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa antara lain guna mewujudkan kerjasama internasional dalam memecahkan persoalan-persoalan internasional di lapangan ekonomi, sosial, kebudayaan, atau yang bersifat kemanusiaan, dan berusaha serta menganjurkan adanya penghargaan-penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar bagi semua umat manusia tanpa membedakan bangsa, jenis, bahasa, atau agama dan menjadi pusat bagi menyelaraskan segala tindakan-tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan-tujuan bersama tersebut
                Dewasa ini untuk menjawab kemajuan zaman dan maraknya kejahatan dalam berbagai motif dalam lingkup transnsionl, persatuan bangsa – bangsa ( PBB ) pada tahun 2000 bertempat di palermo italia di adakan konferensi mengenai  Pencegahan, penekanan dan penghukuman perdagangan manusia, Khususnya perempuan dan anak, melengkapi konvensi perserikatan bangsa-bangasa terhadap kejahatan transnasional yang terorganisir.
                    Dari sisi judul protokol ll tersebut di atas sudah terbukti bahwa kejahatan terorganisir dalam perdagangan perempuan dan anak yang bersifat transnasional merupakan kejahatan yang serius dan berdampak luas bahkan dapat digolonkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan( crime against humanity ) sebagaimana telah ditegaskan dalam statuta roma (1998) yang mengatur pengadilan (tetap) pidana internasional (international criminal court). Sasaran ketentuan dalam protokol ll tersebut adalah organisasi kejahatan yang berada di balik perdagangan perempuan dan anak yaitu dengan menghukum para pelakunya dan melindungi korban-korbannya yaitu perempuan dan anak. Di dalam konvensi tersebut telah ditetapkan 5(lima) jenis kejahatan transnasional yangterorganisir yaitu: Tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana perdagangan orang khususnya perempuan dan anak, tindak pidana penyelundupan kelompok migran dan tindak pidana perdagangan ilegal senjata api. Di dalam konvensi palermo(2000) ditegaskan bahwa tujuan pokok adalah meningkatkan dan memperkuat kerja sama antara negara pihak dalam untuk mencegah dan memberantas kelima jenis kejahatan yang menjadi yurisdiksi konvensi tersebut.[2]

2. Rumusan Masalah

            Bertitik tolak dari latar belakang diatas, maka penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut :
- Bagaimanakah suatu kejahatan  dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan lintas negara yang terorganisir menurut  konvensi palermo ?

3.     Tujuan Penelitian
              Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui klasifikasi suatu kejahatan sehingga  dapat disebut sebagai kejahatan lintas negara yang terorganisir menurut konvensi palermo.

2.         Kegunaan Penelitian
          Penulis mengharapkan dari penelitian ini akan berguna untuk :
1.         Memudahkan dalam mengidentifikasi suatu kejahatan yang merupakan       kejahatan lintas negara terorganisir.
2.         Memberikan kontribusi bagi upaya pencegahan terjadinya suatu kejahatan     lintas negara terorgansisir di tanah air.  

4   Kerangka Teoritis
                Tak dapat dipungkiri bahwa hukum internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat internasional. Melalui hukum internasional negara-negara merumuskan prinsip-prinsip hubungan dan kerjasama di berbagai bidang kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Melalui ketentuan-ketentuan hukum internasional, negara-negara mencegah terjadinya sengketa dan menyelesaikan sengketa yang telah terjadi. Melalui hukum internasional, yang dirumuskan dalam berbagai bentuk perjanjian internasional, negara-negara menggabungkan upaya mereka untuk menangani isu-isu global mulai dari masalah-masalah kemiskinan, sosial ekonomi, keamanan, perlucutan senjata, HAM, lingkungan hidup sampai pada terorisme. Tanpa adanya ketentuan-ketentuan hukum internasional, dunia tidak mungkin mencapai kemajuan dan kehidupan yang harmonis. Tanpa adanya kehidupan yang harmonis antar negara tidak mungkin pula dicapai perdamaian dan keamanan yang sangat dibutuhkan bagi kesejahteraan umat manusia. 3
                  Malapetaka yang menimpa dunia selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II telah mendorong para pemimpin dunia untuk membentuk suatu organisasi internasional dengan kekuasaan yang lebih tinggi dari yang dimiliki negara-negara yaitu League of Nations atau Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang kemudian digantikan
 

         4 . Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,     PT. Alumni, Bandung, 2005, hal. 716


    oleh United Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
                   Perserikatan Bangsa-Bangsa didirikan tanggal 26 Juni 1945 dengan prinsip-prinsip dasar yang sama dengan Liga Bangsa-Bangsa tetapi lebih dikembangkan dengan struktur, tata kerja dan kewenangan yang cukup berbeda dibandingkan organisasi sebelumnya, dengan mengedepankan suatu sistem yang disebut sebagai United Nations System. Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa sangatlah besar dalam memajukan hukum internasional yakni pengembangan hukum internasional melalui perjanjian-perjanjian internasional yang memainkan peranan sentral baik dalam meningkatkan pembangunan sosial ekonomi maupun dalam memelihara perdamaian dan keamanan dunia.
                    Setelah berakhirnya era perang dingin yang ditandai dengan runtuhnya sistem blok Barat dan blok Timur, dunia kini memasuki era globalisasi dan interdepedensi yang mengakibatkan konsep tradisional kedaulatan menjadi kabur. Dalam era globalisasi ini tidak satu negara pun yang dapat mengambil keputusan-keputusan penting, baik di bidang ekonomi maupun moneter, tanpa memperhatikan kebijakan negara-negara lain. Berkurangnya kedaulatan ekonomi ini juga berdampak pada berkurangnya kebebasan politik.  Besarnya jumlah hutang luar negeri negara-negara berkembang dan ketergantungannya pada negara-negara maju telah memperlemah prinsip kedaulatan suatu negara. 4
 

         5. Ibid, hal. 175
      Kini masyarakat dunia berada dalam era dimana masalah domestik suatu negara dapat menjadi isu global dunia dan masalah global dunia juga dapat menjadi isu domestik suatu negara. Ancaman terhadap keamanan bukan saja bersifat tradisional, tetapi lebih banyak bersifat non-tradisional dalam bentuk kejahatan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku secara lintas negara serta terorganisir.
                 Pertumbuhan dan perkembangan kejahatan internasional dan kebutuhan pengaturannya, menurut Prof. DR. Romli Atmasasmita, SH. L.LM, diawali oleh sejarah panjang mengenai perang yang telah terjadi sejak era perkembangan masyarakat internasional tradisional sampai dengan era perkembangan masyarakat internasional modern.5 Bertitik tolak dari pengalaman-pengalaman sebagai akibat peperangan, maka masyarakat internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyepakati untuk menempatkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan semasa perang sebagai kejahatan yang mengancam dan merugikan serta merusak tatanan kehidupan masyarakat internasional. Tindak kejahatan tersebut antara lain adalah agresi, kejahatan perang, pembasmian etnis tertentu, pembajakan di laut, penculikan dan narkotika, sudah termasuk kejahatan yang sangat merugikan masyarakat internasional.
                       Perkembangan kualitas tindak pidana atau kejahatan, terutama sejak peradilan Nuremberg (1946) menunjukan bahwa, batas-batas teritorial antara satu negara dan negara lain di dunia, baik dalam kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang. Pada dewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan tidak lagi dapat hanya dipandang sebagai yurisdiksi kriminil satu negara, akan tetapi sering diklaim termasuk yurisdiksi kriminil lebih dari satu atau dua negara sehingga dalam perkembangannya kemudian telah menimbulkan masalah konflik yurisdiksi yang sangat mengganggu hubungan internasional antar negara yang berkepentingan di dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat lintas batas teritorial. Masyarakat internasional yang tergabung dalam wadah Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui bahwa perkembangan tindak pidana lintas batas teritorial tersebut semakin mempertinggi tingkat kesulitan kerjasama antar negara dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya terutama jika dalam tindak pidana tersebut melibatkan warga negara asing. 6  Inilah yang mendasari masyarakat internasional untuk menetapkan klasifikasi terhadap suatu kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan internasional. Pengakuan secara internasional terhadap pentingnya international criminal law (hukum kejahatan internasional) pertama kali terjadi melalui resolusi yang diajukan oleh sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 21 November 1947.
        Sebagaima[3]na telah dikemukakan sebelumnya bahwa beberapa jenis kejahatan internasional telah bertransformasi menjadi kejahatan lintas negara yang terorganisir

      (transnational organized crime), yang memiliki ciri khas tertentu sehingga membedakannya dengan kejahatan internasional (international crime). Menurut Prof. DR. Romli Atmasasmita, SH. L.LM., kejahatan internasional harus dibedakan dari kejahatan lintas negara terorganisir. Hal ini dikarenakan suatu kejahatan dapat disebut sebagai kejahatan internasional apabila kejahatan tersebut merupakan kejahatan terhadap dunia atau suatu masyarakat dan biasanya digerakkan oleh motif ideologi atau politik. Sebagai contoh dari kejahatan ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan hak azasi manusia, kejahatan perang (war crimes), genosida (genocide), dan lain-lain. Sedangkan kejahatan lintas negara terorganisir memiliki ciri khas atau klasifikasi tertentu pula sehingga dapat dikatakan sebagai transnational organized crimes.
                    Salah satu teori pembentukan hukum adalah teori yang dikemukakan oleh Charles Sampford. Menurut Sampford hukum modern adalah hukum yang substansinya  sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Saat ini kejahatan lintas negara yang terorganisir oleh masyarakat internasional dianggap sebagai kejahatan yang membahayakan kedaulatan,  keamanan dan stabilitas nasional maupun internasional serta sama sekali bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Untuk itulah diperlukan suatu hukum yang mengatur tentang hal tersebut dan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi negara-negara telah mengaturnya dalam United Nations Convention Against  Transnational Organized Crime (UNCATOC) atau yang dikenal juga sebagai Konvensi Palermo Tahun 2000.

3.         Metode Penelitian

1.         Jenis penelitian
            Adapun tipe penulisan yang penulis gunakan ialah deskriptif analisi[4], mengingat hasil yang didapatkan selanjutnya dianalisis dan diuraikan sesuai bab perbab. Hasil pembahasan selanjutnya dideskripsikan untuk mempermudah pengambilan keputusan dan beberapa saran.
2.         Sifat penelitian
      Penilitian ini bersifat karya ilmiah
3.         Pendekatan penelitian
           Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis  normatif artinya bahwa penulisan ini menggunakan data-data yang bersumber dari data kepustakaan berupa aturan-aturan hukum internasional, terutama yang tertuang didalam United Nations Conventions Against Transnational Organized  Crime (UNCATOC), serta literatur-literatur lainnya yang berkaitan sehingga dapat diperoleh data yang bermanfaat dalam membahas permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini.

4.         Sumber data
      Penelitian ini menggunakan data-data yang mencakup bahan hukum primer[5]; Peraturan Perundang-undangan dan Konvensi, bahan hukum sekunder[6]; buku-buku hukum, karya ilmiah dan artikel serta bahan hukum lainnya,
5.         Teknik pengumpulan data
      Teknik dalam penelitian ini adalah penulis akan mencobah meramu data-data berupa data primer dan data sekunder sebagai instrumen untuk melenkapi penilitian ini.
6.         Analisis Data
      Dalam penilitian ini penulis Menggunakan analisis kualitatif[7] karena data yang dikumpulkan cenderung bersifat normatif dan analisanya lebih berorientasi pada pengujian data berdasarkan kerangka teori dan normatif.







4.         Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan sistimatika penulisan sebagai berikut :
Bab I            :  PENDAHULUAN
1.               Latar Belakang Masalah
2.               Rumusan Masalah
3.               Tujuan Penulisan
4.               Kegunaan Penulisan
5.               Kerangka Teoritis
6.               Metode Penulisan
7.               Sistimatika Penulisan
Bab II  :      TINJAUAN PUSTAKA
Bab III        :    PEMBAHASAN
Bab IV        :    PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran    









          1Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan[1] Reformasi Hukum di Indonesia, The HabiebieCenter, Jakarta, 2002, hal. 129
       3.Romli atmasasmamita.   pengantar  hukum pidana internasional bagian ll . PT hecca mitra       utama , Jakarta 2004 hal.117

      6..Ibid, hal. 7

       7. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, 1986, Hal. 10.
      8.Ronny Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,             1980, Hal. 12.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar